Kamis, 11 Juni 2020

Berguru pada PAK AGUNG

RESUME KE-5

Hari Rabu ini adalah kuliah kelima untuk meningkatkan wawasan dalam menulis, yang disampaikan oleh Bapak Agung Pardini. Saat pertama kali mengajar, guru yang bernama asli Agung Pardini ini kala itu masih menempuh S1 Pendidikan Sejarah dengan tambahan program minor Antropologi di Universitas Negeri  Jakarta (UNJ). Dalam waktu delapan tahun (2001-2008), setidaknya pernah mendapat kesempatan mengajar pada belasan institusi yang berbeda, mulai dari sekolah formal (SMP dan SMA), Bimbingan Belajar, Program Pengayaan Ujian, hingga Pembelajaran Paket Non-Formal atau PKBM.
Sejak tahun 2008 hingga sekarang ini, Guru Agung aktif di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa untuk menjalankan amanah pengelolaan dana zakat, infaq, dan shodaqoh agar disalurkan menjadi program-program pemberdayaan di bidang pendidikan bagi kemajuan ummat. Mula-mula ia bertugas sebagai trainer pendidikan untuk melatih ribuan guru yang mengabdi di sekolah-sekolah marjinal di berbagai  wilayah Indonesia.
Selain melatih para guru, bersama rekan-rekan satu timnya di Dompet Dhuafa, Guru Agung di beri beragam amanah untuk merancang dan mengelola program-program inovatif di bidang pendidikan yang berhasil menjangkau hingga 34 provinsi.
 Program-program tersebut antara lain:
1.   Pendampingan Sekolah dan Pengembangan Guru di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Donatur: JICA), 2008-2010
2.    Pendampingan Sekolah Berdaya di Sumatera Barat Pasca Gempa Bumi besar, 2010-2012
3.      Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Hypermart), 2010
4.      Pelatihan Guru Cerdas Literasi (Donatur: Majelis Taklim Telkomsel), 2009
5.      Pengembangan Sekolah Cerdas Literasi (Donatur: Trakindo), 2010-2013
6.      Pendampingan SMK Unggulan Bidang Alat Berat (Donatur: Trakindo), 2013
7.      Pendampingan Sekolah-Sekolah di Perbatasan Indonesia: 2012-2013
8.   Pengiriman Guru-Guru SGI (Sekolah Guru Indonesia) ke berbagai wilayah pelosok atau 3T, 2014-2015
9.     Membentuk School of Master Teacher di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan NTB, 2014-2020
10.  Mengembangkan alat ukur performa Sekolah yang disebut MPC, 2012-2013
11.  Mengadakan diklat kepala sekolah: Milenial Leader, 2019
12.  Membangun kerjasama penyelenggaraan kelas Magister Manajemen Pendidikan Islam bersama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016-2018
13. Mengembangkan model Sepuluh Kepemimpian Guru Indonesia dan Gerakan Transformasi Kelas a
Berdasarkan pengalaman Pak Agung bekerja di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Kita terbiasa untuk mengajak para guru-guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya.
Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di pelosok. Dan ada beberapa kendala yang dihadapi. Bagaimana cara kita mengatasi kendala ini? Salah satunya adalah dengan model pendampingan intensif. Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan selama kurang lebih setahun.
Dompet Dhuafa dibangun oleh para jurnalis senior Republika di era-era awal. Sehingga setiap program yang kami kerjakan buat pemberdayaan guru di daerah harus memiliki produk buku atau tulisan. Outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya.
Dari perkuliahan ini dapat disimpulkan:
1.      Pak Agung merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
2.      Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.
3.      Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada"

2 komentar:

  1. Terimakasih artikel yang sangat menarik,namun saya sedikit menambahkan informasi.

    •Dalam Buku "Guru Cerdas" karya Sudaryanto beliau mengemukakan beberapa untuk memotivasi guru agar lebih semangat dalam menulis yaitu:
    1.Pemberian reward and punishment oleh pihak sekolah kepada guru yang suka menulis misalnya sebuah buku atau sertifikat. 
    2.Membentuk forum atau kelompok studi para guru yang mencintai budaya literasi (membaca, menulis, dan berdiskusi). 
    3.Mengurangi jam mengajar guru, terutama bagi guru yang memiliki komitmen tinggi terhadap menulis. 
    4.Mengundang para penulis, sesama guru untuk berbagi pengalaman menulisnya disekolah. 
    5.Pengiriman guru-guru untuk belajar dilembaga pendidikan keterampilan (LPK), khususnya di bidang kepenulisan. 
    6.Peningkatan sarana dan prasarana (computer, buku-buku diperpustakaan, langganan Koran dan majalah) di sekolah.

    Dengan langkah-langkah di atas, sekiranya seorang guru akan merasa terpanggil untuk menulis, karena menulis merupakan satu di antara bagian profesionalisme guru. Bahkan tidak sedikit orang memiliki karier untuk menulis.

    Masalah waktu. Aktivitas menulis, jujur kita akui membutuhkan waktu yang khusus.Jika seorang guru sibuk mengajar di sekolah, kemudian harus meluangkan waktunya dirumah dan di masyarakatnya maka kapankah waktu dia untuk menulis?.

    Guna mengatasi masalah itu, Sudaryanto dalam bukunya menyatakan para guru harus pintar-pintar mencari peluang. Misalnya sesering mungkin anda pergi ke perpustakaan untuk memperoleh bahan informasi, baik dari buku, Koran, atau pun majalah lainnya. Informasi itu perlu dicatat apabila menurut anda hal itu penting. Jika itu sudah, anda tinggal membuat kerangka tulisan, dan kemudian menguraikan sesuai kerangka yang anda buat, disini perlunya berpikir kreatif dan kecerdasan.

    BalasHapus
  2. Terima ksh Sheilla atas masukannya

    BalasHapus